Masmundari, Pelukis Damar Kurung
Memuliakan
Warisan Tradisi Zaman Sunan Prapen
Masmundari, Lukisan Damar Kurung
Masmundari, Lukisan Damar Kurung
“Apa pun
istilah ‘pinter’ untuk menggolongkannya, karya-karya. Masmundari yang bersahaja
ini adalah ungkapan seorang seniman yang otentik. Ia menjadi potret utuh
seorang perempuan yang telah mengarungi hidupnya di dalam berbagai zaman,
sampai ke usia yang sulit dipercaya untuk tetap produktif”. EflX Mulyari
Masmundari. Tubuh renta yang telah digerogoti
usia yang genap seabad, namun tak menghentikannya dalam berkarya. Ia masih
melangsungkan aktivitas yang diyakininya sejak muda, sebagai penerus kreasi
leluhurnya: menggambar damar kurung. Pada sosoknya, merentang usia tradisi seni
berumur ratusan tahun yang nyaris punah. Lukisan damar kurung (lampion) khas
Gresik yang berasal dari abad ke-16 ini, tetap diyakini dan dihidupi.
Masmundari
melukis keempat sisi damar kurung dengan pelbagai kisah yang direkamnya.
Memasang damar kurung selama masa puasa menjadi tradisi masyarakat di kawasan
Tlogo Pojok Gresik. Kerudung lampu itu dilukis dengan indah dan dipasang orang
yang punya hajatan untuk menghiasi rumah, jalan, sebagai petunjuk jalan bagi
para tamu. Sebagian besar lukisannya berkisah tentang manusia dan kegiatannya:
wayang, hikayat Anglingdarma, kesibukan di pesisir, ombak laut, dan pohon-pohon
menjadi tema yang sering diangkat. Dari banyak tema itu orang paling ingat pada
lukisan tentang perempuan terbang Imajinasi Masmundari sering terbang jauh dan
tinggi yang sulit dijangkau orang seusianya.
Kekuatan
akan detail sebuah peristiwa membuat lukisan Masmundari lebih hidup. Ketika
melukiskan suasana hari raya Idul Fitri, misalnya, ia menggambakan runtutan
peristiwa lebaran itu secara lengkap: mulai dari jamaah yang sedang sembahyang,
lengkap dengan khatib berkhotbah hingga acara salam-salaman dan dilanjutkan
dengan berangkat berpiknik atau ‘unjung-unjung’, silaturahim. Semua yang
dipotretnya digambar secara lengkap, lengkap dengan sepeda motor dan becak.
Juga menyertakan hidangan yang ditata di atas meja dan mikrofon yang dipakai
sang khatib.
Melukis bagi
tokoh kebanggaaan masyarakat Gresik ini, adalah kegiatan menyenangkan yang tak
boleh diusik. Saat melukis, Masmundari menetapkan harga mati: tidak mau
diganggu. “Mbah Masmundari, biasanya marah kalau sedang asyik masak diganggu”
kata Nur Samadji, salah seorang cucunya.
Di
lingkungan keluarga, kerabat dan seniman Jatim, Masmundari biasa dipanggil
Mbah. Meski sudah berusia senja, Mbah Masmundari nyaris tidak bisa diam, selalu
mencari kesibukan mulai dari mencuci baju hingga memasak, di samping tentu saja
melukis damar kurung. Kegiatan melukis dilakukan saat ia merasa nyaman atau ada
pesanan.
Yang unik
dari sosok Mbah Masmundari, kekuatan fisiknya luar biasa walaupun pendengaran
agak terganggu.nBila ngobrol di ruang tamu, Mbah bersuara lantang bahkan sampai
terdengar ke luar rumah. Bila ingin bertanya kepada Mbah Masmundari, harus agak
berteriak di dekat telinga sebelah kanan Mbah Masmundari agar bisa terdengar.
Katanya dia bertekad tidak akan berhenti melukis damar kurung.
Hanya
secangkir kopi yang sanggup membuatnya berpaling dari lukisannya, Mbah
Masmundari yang kuat minum kopi tiga cangkir sehari dan makan sirih ini justru
tidak menetapkan harga mati untuk lukisannya dia tak peduli dengan harga
lukisannya. Yang jelas, Masmundari tetap melukis ketika tubuhnya sehat. Dengan
membubuhkan ‘cap jempol’ sepuhnya sebagai ganti tanda tangan, lukisan terbang
ke pelbagai negara. Tentu, karena diminati para turis yang kemudian dibawa
pulang ke negerinya.
Warisan Giri
Prapen
Damar kurung tak hanya dikenal di pesisir Gresik. Damar kurung bisa dijumpai di wilayah Semarang yang memang dikenal sebagai tempat persinggahan kapal-kapal dari negeri China zaman dulu. Damar kurung yang biasa disebut ting-tingan Ramadhan ini biasa dijajakan dalam dhugdheran (pasar malam yang hanya ada sepanjang bulan Puasa) masih terselip penjual damar kurung. Biasanya berwarna merah atau putih dengan lukisan sederhana, dari luar bayangan kerbau, naga, petani, gerobak, penari, burung, becak, bahkan pesawat, tampak bergerak.
Damar kurung tak hanya dikenal di pesisir Gresik. Damar kurung bisa dijumpai di wilayah Semarang yang memang dikenal sebagai tempat persinggahan kapal-kapal dari negeri China zaman dulu. Damar kurung yang biasa disebut ting-tingan Ramadhan ini biasa dijajakan dalam dhugdheran (pasar malam yang hanya ada sepanjang bulan Puasa) masih terselip penjual damar kurung. Biasanya berwarna merah atau putih dengan lukisan sederhana, dari luar bayangan kerbau, naga, petani, gerobak, penari, burung, becak, bahkan pesawat, tampak bergerak.
Damar kurung
mengadaptasi lampion yang dipakai warga Tionghoa sebagai wujud kesempurnaan dan
keberuntungan. Dulu jika ada warga yang kesripaan (ada yang kesusahan
karena di antara anggota keluarga ada yang meninggal dunia) maka lampion putih
dipasang berpasangan di depan rumah yang melambangkan duka cita. Biasanya
lampion persegi atau oval berwarna putih ini dibubuhi kaligrafi berisi
penggalan syair China kuno. Sebaliknya, lampion bulat berwarna merah menjadi
symbol keberuntungan dan kesempurnaan.
Membuat
damar kurung tidak mudah, terutama menyetel agar posisi sumbu yang mengeluarkan
asap bisa tetap stabil. Asap yang keluar dan tertiup angin inilah yang memutar
kipas kertas dan membuat kertas-kertas minyak itu berputar. Sebagaimana
lampion, damar kurung dalam upacara Ngaben di Bali pun memiliki makna. Damar
kurung dipasang di depan rumah duka, yang diyakni sebagai penunjuk arah bagi
perjalanan roh. Hubungan sejarah masa lalu antara Cina dan Bali memang
mengingatkan bahwa damar kurung ‘berkarib’ atau varian dari lampion. Bukan
hanya damar kurung, ditengarai barong yang dikenal di Bali juga beralian erat
dengan tari singa barong Cina. Penyebaran singa barong Cina ini kemungkinan
besar masuk ke Bali pada masa pemerintahan Dinasti Tang di Cina sekitar abad
ke-7 hingga abad ke-10.
Di Gresik,
lampion yang di terjemahkan menjadi damar kurung sudah lekat denan tradisi
sejak abad ke-16. saat itu, adalah masa aktif Sunan Prapen, sunan ketiga
sesudah Sunan Giri, seorang penyebar agama Islam di Jawa Timur. Sampai tahun
1970-an, sebagai kerajinan, damar kurung juga dikerjakan masyarakat Jawa Tengah
maupun Jawa Barat. Kebanyakan dammar kurung ini dibuat tanpa gambar, hanya
beberapa bagian damar kurung saja yang memiliki gambar.
Di Jepara
ada tradisi menyalakan damar kurung yang dinamakan Baratan. Tradisi ini
dilaksanakan setiap pertengahan bulan Sya’ban (Jawa: bulan Ruwah). Hal ini
berkait dengan legenda Sultan Hadlirin, suami Ratu Kalinyamat (Retno Kencono),
putri Sultan Trenggono yang juga Adipati Jepara (1549-1579). Suatu ketika
tibalah sang penguasa di Desa Purwogondo (kini pusat Kecamatan Kalinyamatan).
Tiba-tiba kuda yang ditungganginya lari menghilang. Kemudian bersama-sama
warga, ia mencari kuda dengan bantuan lampu impes (lampion). Tradisi ini
tetap dilakukan dengan membawa lampion berkelap-kelip. Ketika listrik sudah
masuk desa, tradisi ini pelahan memudar.
Ke Palataran
Jagat Seni Lukis
Masmundari sejak tahun 1986 tercatat sebagai satu-satunya pembuat dan pelestari kerajinan damar kurung yang masih hidup dan terus berkarya, setelah kedua orang tuanya meninggal dunia dan adik-adiknya, Masriatun dan Maseh, tidak melanjutkan tradisi keluarga.
Masmundari sejak tahun 1986 tercatat sebagai satu-satunya pembuat dan pelestari kerajinan damar kurung yang masih hidup dan terus berkarya, setelah kedua orang tuanya meninggal dunia dan adik-adiknya, Masriatun dan Maseh, tidak melanjutkan tradisi keluarga.
Gambar pada
lukisan damar kurung, memperlihatkan potret budaya masyarakat Gresik sejak
ratusan tahun lampau yang bertahan sampai sekarang. Kondisi fisiknya masih
cukup sehat. Bukan hanya untuk berkarya, tetapi juga melakukan
pekerjaan-pekerjaan di rumah seperti mencuci. Masmundari bukan hanya sekedar
melanjutkan tradisi yang dirintis oleh kedua orangtuanya Sadiman dan Martidjah,
tetapi juga melakukan pembaharuan dalam proses kreativitas dan penampilan karya
seni. Mengenai kemampuannya untuk melukis di atas kertas kanvas dammar kurung,
Masmundari dengan bahasa Jawa mengungkapkan “Kulo marisi ndamel Damar Kurung
niki saking Bapak kulo, Ki Dalang Sinom. Sanjangen Bapak, Nak, sesok nek
bapak ana umure, kon ngawe ngene”. (” Saya mewarisi ketrampilan membuat
damar kurung ini dari bapak saya, Ki Dalang Sinom. Bapak berpesan, besok
apabila Bapak sudah meninggal, kamu harus tetap membuat Damar Kurung. Sebab keturunan
kami sejak dulu membuat kerajinan tersebut)” ujamya. Ki Dalang Sinom adalah
sebutan lain dari nama orangtuanya yang memang seorang dalang wayang.
Masmundari mengaku tidak merasa lelah terus berproses dan beraktivitas sebagai
pelukis. “Sampai sekarang saya masih melukis dan akan terns melukis sampai
mati,” kata si Mbah dalam bahasa khas Gresik, suatu ketika. Meski kulitnya
sudah mulai keriput, namun otot di sepanjang tangan Masmundari terlihat masih
keras. “Setiap subuh, Mbah sudah bangun. Kemudian memasak air, menanak nasi,
lalu mencuci pakaian. Siang hari, Mbah jarang sekali tidur, tetapi masak,”
tutur Nur Samadji.
Menurut
Masmundari, paman dan bibinya juga melukis damar kurung semasa hidup mereka.
Bakat melukis Masmundari tampaknya juga dimiliki anak satu-satunya, Rukayah
(51), ibu dari lima anak. Dari lima cucu Masmundari yang tampaknya tertarik
menjadi pelukis damar kurung hanya dua orang, yaitu Nur Samadji dan Achmad
Adrian. “Saudara ibu, Masriatun, Masehi, dan Indri sewaktu masih hidup juga melukis
damar kurung, tetapi sekarang tinggal Mbah Masmundari,” kata Rukayah,janda dari
almarhum Mas ‘ud.
Ketika
menerima Penghargaan Seni tahun 2002 dari Pemerintah Provinsi Jatim ini,
Masmundari menyambutnya dengan syukur. Dalam catatan saya, penghargaan yang
diberikan pada Masmundari sangat wajar karena dia selama ini nyaris tidak
pernah meninggalkan dunia seni rupa, khususnya lukisan damar kurung.
Penghargaan
itu menjadi pembuktian atas kerja dan kreativitas dia sebagai pelukis perempuan
yang mampu bertahan hingga usia lanjut. Penghargaan yang diterima Masmundari
itu, di antaranya dalam bentuk uang sebesar Rp 10 juta, yang dia manfaatkan
untuk memperbaiki rumah dan memenuhi kebutuhan lain. “Rumah ini kalau hujan
sering bocor. Sebagian lagi dipakai membeli bahan melukis dan bayar utang,”
kata Masmundari. Tidak ada penjelasan kenapa dia atau keluarganya memiliki
utang, tetapi sampai sekarang keluarga Masmundari memang tinggal di sebuah gang
di perkampungan penduduk yang padat, di Jalan Gubemur Suryo Gang 7 B Nomor 41B,
Gresik.
Masmundari
diantar anaknya Rukayah, bersama dua cucunya selama mengikuti pameran di
Bentara Budaya Jakarta (BBJ), dengan menyertakan 50 buah lukisan, selama
seminggu, mulai 17-24 Maret 2005. Pameran bertajuk Seabad Masmundari, dibuka
oleh aktris sinetron Rachel Maryam, dengan membacakan puisi Pablo Neruda,
penyair Chile, yang meraih Hadiah Nobel. Lukisan-Iukisan Masmundari telah
dipamerkan di pelbagai kesempatan, baik di Surabaya maupun di Jakarta. Pameran
di Jakarta ini untuk keempat kalinya, setelah sebelumnya di BBJ pada tahun
1987, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada tahun 1990 serta pada
Pameran Kerajinan Indonesia Dalam Interior (KIDI) IV di Balai Sidang Senayan
Jakarta 1991, yang pemah mendapat perhatian khusus dari mantan Presiden RI
Soeharto.
Semula
kerajinan “damar kurung” dikerjakan dengan memanfaatkan kertas minyak dengan
pewama dari sumbo. Kertas minyak ini melingkar dalam bingkai yang terbuat dari
potongan bambu. Tetapi sejak diperkenalkan oleh pelukis modern dari Gresik,
Imang A.W. (yang mula-mula memperkenalkan karya-karyanya di luar Gresik),
Masmundari kemudian mempergunakan kertas kanvas dan cat minyak. Lukisannya
dibingkai dengan kayu bujur sangkar. Dalam seni kerajinan damar kurung di masa
lalu, gambar-gambar dilukis pada lembaran kertas terbagi dalam tiga bagian,
yaitu atas, tengah dan bawah atau hanya dua bagian atas dan bawah untuk
menceritakan sesuai dengan pakem. Tetapi Masmundari berani melakukan perubahan
dengan tidak memakai pembagian bidang.
Kerajinan
“damar kurung” dibuat untuk menghibur dan memberikan kesenangan kepada
anak-anak yang tengah menanti datangnya sembahyang Tarawih pada bulan Ramadhan.
Itulah sebabnya tema lukisan pada kertas Damar Kurung di masa lalu umumnya
berkisah soal kegiatan orang melaksanakan sembahyang Tarawih, Tadarus, suasana
Idul Fitri, halal bil halal, macapat, pasar malam, pesta khitanan, dan
sebagainya. “Masmundari adalah pemuja kegembiraan hidup. Lukisan-lukisannya
selalu menampakkan keriangan dan kebahagiaan,” tulis Danarto, sastrawan yang
dikenal juga sebagai pelukis “Rasanya tidak ada lukisannya yang jelek. Mundari
tidak melukis kesedihan, malapetaka, bahkan air mata pun tidak”. (Media
Indonesia, 19 Maret 2005).
Dan memang,
dari wama-wama primer yang dihadirkan begitu saja saling menyatu di kanvas atau
pun di kertas. Warna merah berdampingan dengan hijau yang biasanya terbakar dan
mata tak sanggup menatapnya, menjadi jinak. Warna kuning, biru, merah jambu,
maupun violet, menjadikan banguna suasana ceria, meriah, cemerlang dan memikat.
Selain melakukan pernbahan dalam penampilan mulai dari bahan dasar, Masmundari
satu-satunya pelukis yang menekuni lukisan damar kurung ini mulai memasukkan
tema-tema kekinian tanpa meninggalkan tema-tema lama yang bersifat religi.
Masmundari mengangkat tema tentang kehidupan nelayan, pesta perkawinan,
kehidupan etnis Madura, serta permainan tradisional anak-anak seperti menangkap
ikan, menjaring burung.
Bahkan ia
cukup adaptif dengan tematema pesanan pemerintah, misalnya program Keluarga
Berencana. Belakangan Masmundari mengetengahkan tema-tema teknologi, seperti
mesin traktor, pesawat terbang, siaran radiodan televisi lengkap dengan antena
parabola. Aneka gambar yang terlukis pada lembaran kertas damar kurung
mempunyai fungsi yang hampir setara dengan relief-relief dan patung-patung pada
candi Budha dan Hindu yang terdapat di Pulau Jawa. Anak-anak di Gresik
sebelumnya juga sempat digalakkan oleh pemerintah kabupaten setempat untuk
melukis dengan gaya damar kurung hingga akhirnya cirri lukisan Masmundari
identik dengan ciri khas Kota Gresik. Lampion damar kurung karya Masmundari
lalu ada yang terbuat dari serat kaca dengan tulang kayu, termasuk juga gaya
lukisan damar kurung yang sudah dikemas seperti lukisan umumnya. (RNG)
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Teropong, Edisi 20, Maret – April 2005, hlm. 39
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Teropong, Edisi 20, Maret – April 2005, hlm. 39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar