Senin, 28 Januari 2013

Umur 25 Nabi -'Alaihimus Salam- Dan Letak Makam Mereka

oleh "KATA-KATA HIKMAH" pada 10 November 2012 pukul 19:38 ·
1. Nabi Adam ‘Alaihis Salam
Umur : 1000 tahun
Makam : India, menurut satu pendapat ada di Makkah, dan menurut pendapat lain ada di Baitul Maqdis
2. Nabi Idris ‘Alaihis Salam
Umur : 865 tahun
Makam : (tidak ada informasi)
3. Nabi Nuh ‘Alaihis Salam
Umur : 950 tahun
Makam : Masjid Kufah, , menurut satu pendapat ada di al-Jabal al-Ahmar (Gunung Merah), dan menurut pendapat lain ada di dalam al-Masjid al-Haram Makkah.
4. Nabi Hud ‘Alaihis Salam
Umur : 464 tahun
Makam : di Timurnya Hadharamaut, Yaman.
5. Nabi Shalih ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : di Hadharamaut
6. Nabi Luth ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : Shou’ar
7. Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam
Umur : 200 tahun
Kelahiran : Lahir pada 1273 tahun setelah peristiwa banjir dan topan pada masa Nabi Nuh ‘Alaihis Salam.
Makam : di kota al-Khalil (Palestina), dimakamkan bersama Sarah (isteri pertamanya).
8. Isma’il ‘Alaihis Salam
Umur : 137 tahun
Makam : dimakamkan di samping Ibunda (yakni Hajar) di Makkah (di sekitar Ka’bah dekat Maqam Ibrahim)
9. Nabi Ishaq ‘Alaihis Salam
Umur : 180 tahun
Makam : dimakamkan bersama Ayahanda (yakni Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam) di kota al-Khalil (Palestina).
10. Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam
Umur : 137 tahun
Wafat : di Mesir
Makam : untuk memenuhi wasiatnya, oleh sang putra (Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam), jenazahnya dipindah dimakamkan ke kota al-Khalil (Palestina)
11. Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam
Umur : 110 tahun
Wafat : di Mesir
Makam : oleh saudara-saudaranya (untuk memenuhi wasiatnya) jenazahnya kemudian dipindah dimakamkan di Nablus (Palestina)
12. Nabi Syu’ab ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : di desa Hathin dekat kota Thabariyah (Syria)
13. Nabi Ayyub ‘Alaihis Salam
Umur : 93 tahun
Makam : di desa Syaikh Sa’d (dekat kota Damasykus) Syria.
14. Nabi Dzul Kifli ‘Alaihis Salam
Umur : (tidak ada informasi)
Lahir : di Mesir
Makam : wafat di daerah gunung Thursina, menurut salah satu pendapat di samping Ayahanda di salah satu kota di Syam.
15. Nabi Yunus ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : tidak ada informasi sama sekali tentang letak makamnya.
16. Nabi Musa ‘Alaihis Salam
Umur : 120 tahun
Makam : wafat di daerah gunung Thursina dan di makamkan di sana.
17. Nabi Harun ‘Alaihis Salam
Umur : 122 tahun
Makam : wafat di daerah gunung Thursina dan di makamkan di sana.
18. Nabi Ilyas ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Lahir : dilahirkan setelah masuknya Bani Isra’il ke Palestina.
Makam : menurut satu pendapat ada di Ba’labak (Lebanon). (Tapi menurut satu pendapat, beliau belum wafat sampai sekarang –penerjemah)
19. Nabi Ilyasa’ ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan tempat tinggalnya dan daerah yang dituju setelah kaumnya ingkar di kota Banyas.
20. Nabi Dawud ‘Alaihis Salam
Umur : 100 tahun
Kerajaan : bertahan sampai 40 tahun
21. Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam
Kerajaan : beliau mewarisi kerajaan Ayahanda (yakni Nabi Dawud ‘Alaihis Salam) ketika umur 12 tahun, kerajaannya bertahan sampai 40 tahun.
22. Nabi Zakariya ‘Alaihis Salam
Wafat : beliau dibunuh dengan cara digergaji oleh orang yang telah menyembelih sang putra (Nabi Yahya ‘Alaihis Salam)
23. Nabi Yahya ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Lahir : pada tahun yang sama dengan tahun kelahiran Nabi ’Isa al-Masih ‘Alaihis Salam.
Wafat : ketika beliau sedang di Mihrab, disembelih oleh sesorang yang disuruh oleh seorang wanita jahat dari pihak raja yang zhalim.
Makam : kepalanya dimakamkan di Masjid al-Jami’ al-Amawi (Damasykus-Syria)
24. Nabi ’Isa al-Masih ‘Alaihis Salam
Umur : 33 tahun di bumi, kemudian Allah mengangkatnya ke langit setelah tiga tahun diangkat menjadi Nabi. Dituturkan, bahwa Ibunda (yakni Maryam) hidup 6 tahun setelah ’Isa al-Masih ‘Alaihis Salam diangkat ke langit. Maryam wafat dalam umur 53 tahun.
25. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
Lahir : di Makkah tahun 570 M.
Wafat : umur 63 tahun
Makam : di rumah ’Aisyah di Masjid Nabawi Madinah dan dimakamkan di sana

Bukti Foto-foto Rumah Nabi Saw dan Sayyidah Khadijah Yang Telah Dihancurkan Wahabi-Salafy Kamis, 6 Desember, 2007

Posted by Quito Riantori in About Wahabism-Salafism, Artikel.
trackback
Pada waktu yang lalu, saya telah mem-post-kan sebuah artikel yang membahas tentang ‘Penghacuran Situs-situs Sejarah Oleh Wahabi-Salafy’. Nah, pada kesempatan ini saya akan membeberkan beberapa foto yang membuktikan tentang kebejatan kaum Wahabi-Salafy yang telah dengan brutal menghancurkan Rumah Nabi Saw dan istri tercintanya, Sayyidah Khadijah as, yang merupakan peninggalan bersejarah, yang semestinya dirawat dan dijaga dengan baik. Peninggalan-peninggalan seperti ini merupakan situs-situs penting yang bisa menjadi pelajaran yang baik bagi orang-orang terkemudian.
rumah-nabi-sayyidah-khadijah-tempat-mereka-berdua-tinggal-selama-25-tahun-pun-dibongkar.jpg
Ini adalah foto Rumah Nabi Saw dan Sayyidah Khadijah as, tempat mereka berdua tinggal selama 28 tahun. Inilah bukti penghancuran yang dilakukan oleh Wahabi-Salafy terhadap situs-situs sejarah Islam.
reruntuhan-rumah-khadijah_o.jpg
Di atas ini foto sisa reruntuhan rumah Nabi Saw & Sayyidah Khadijah as yang dilihat lebih dekat.
pintu-masuk-kmr-rasul-di-rmh-khadijah_o.jpg
Foto di atas ini adalah reruntuhan pintu masuk ke kamar Rasul Saw di rumah Sayyidah Khadijah as.
kamara-nabi-sayyidah-khadijah.jpg
Foto di atas adalah sisa reruntuhan kamar Rasul Saw dan Sayyidah Khadijah as.
tempat-ketika-sayyidah-fathimah-zahra-dilahrirkan_o.jpg
Di atas ini adalah foto reruntuhan tempat Sayyidah Fatimah as, putri kesayangan Rasulullah Saw dilahirkan.
mihrab-tempat-rasulullah-biasa-shalat-di-rmh-khadijah_o.jpg
Di atas ini adalah foto reruntuhan mihrab tempat Rasulullah saw biasa melakukan shalat.
kuburan-sayyidah-khadijah-al-kubra-putranya-qasim-di-pojok_o.jpg
Foto di atas ini adalah makam Sayyidah Khadijah as (yang besar) dan putranya, Qasim (yang kecil) di sudut.
Pada postingan selanjutnya, saya akan memaparkan foto-foto makam-makam ahlul bayt, para sahabat, dan istri-istri serta kerabat dekat Rasulullah Saw yang dibiarkan terlantar oleh Wahabi-Salafy. Insya Allah.
Catatan :
Sebagian besar foto-foto tersebut saya peroleh dari kitab : Ummul Mu’minin, Khadijah binti Khuwaylid, Sayyidah Fie Qalby al-Mushtafa karya DR. Muhammad Abduh Yamani yang telah diterjemahkan oleh penerbit Pustaka IIMaN dengan judul : Khadijah Drama Cinta Abadi sang Nabi. Penulis adalah mantan Menteri Penerangan Kerajaan Arab Saudi.

Mereka Berusaha Mencuri Jenazah Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam sampai sekarang

Sejarah mencatat, beberapa usaha pencurian terhadap jenazah Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam , semuanya mengalami kegagalan. Sungguh Allah Subhanaahu wa Ta’ala   telah menjaga Nabi-Nya Sholallohu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan hidup dan dalam keadaan sudah meninggal.
Ada lima usaha pencurian jenazah Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam yang ditulis oleh penulis buku Sejarah Masjid Nabawi as-Syarif, Muhammad Ilyas ‘Abdul Ghani. Aku akan menyebutkannya secara ringkas:
Usaha pertama:
Di masa al-Hakim Biamrillah al-‘Ubaidiy[1], salah seorang zindiq mengusulkan kepadanya untuk menghadirkan jasad Rasulullah Sholallohu ‘alaihi wa sallam ke Mesir untuk menarik perhatian manusia kepadanya sebagai pengganti Madinah, lalu memerangi penduduknya. Pada hari berikutnya, Allah I mengirimkan angin ke Madinah, dan hampir bumi tergoncang karena kuatnya angin itu. Hal ini menjadi penghalang tujuan para pembangkang tersebut.
Usaha kedua:
Pada masa khalifah al-Ubaidiy yang sama. Dia mengutus orang untuk tinggal di sebuah rumah dekat dengan al-Haram an-Nabawi. Kemudian ia menggali sebuah terowongan dari rumah tersebut menuju kubur Nabi r. Kemudian penduduk Madinah mendengar ada suara menyeru, memanggil-manggil di tengah-tengah mereka bahwa ‘Nabi kalian akan digali (kuburnya)’. Maka manusiapun menyelidikinya, kemudian mendapati mereka yang sedang menggali, lalu membunuh mereka. Patut juga disebutkan bahwa al-Hakim bin Ubaidillah mengaku sebagai Tuhan pada tahun 408 H.

Usaha ketiga:
Allah menyelamatkan Nabi Muhammad saw daripada rencana jahat untuk mencuri jenazah Baginda. Peristiwa yang memilukan dan nyaris menampar wajah umat Islam ini terjadi pada tahun 1164 M atau 557 H, sebagaimana telah dicatat oleh sejarawan Ali Hafidz dalam kitab Fusul min Tarikhi Al-Madinah Al Munawarah.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahawa pastinya sebahagian besar orang yang berziarah ke Masjid Nabawi pasti tidak pernah lupa untuk menghampiri makam Rasulullah yang diapit oleh makam Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar. Peristiwa ini berlatarbelakangkan zaman pemerintahan kerajaan Abbasiyah di Baghdad di mana keadaan umat Islam yang semakin lemah dan berdirinya beberapa buah kerajaan Islam di beberapa daerah. Lantaran keadaan itu, dalam diam-diam pemerintah Eropah Kristian telah menyusun rencana untuk mencuri jasad Nabi Muhammad saw.
Setelah terjadinya kesepakatan oleh para penguasa Eropa, mereka pun mengutus dua orang Nasrani untuk menjalankan misi keji itu. Ia dilaksanakan bertepatan dengan musim haji di mana pada musim itu ramai jemaah haji yang datang dari pelbagai penjuru dunia untuk melaksanakan ibadah haji. Kedua orang Nasrani ini menyamar sebagai jemaah haji dari Andalusia yang memakai pakaian khas Maghribi. Keduanya ditugaskan melakukan pengintaian awal kemungkinan untuk mencari kesempatan mencuri jasad Nabi SAW. Setelah melakukan kajian lapangan, keduanya memberanikan diri untuk menyewa sebuah penginapan yang lokasinya dekat dengan makam Rasulullah. Mereka membuat lubang dari dalam kamar menuju ke makam Rasulullah saw. Belum sampai pada akhir penggalian, rencara tersebut telah digagalkan oleh Allah swt melalui seorang hamba-Nya yang akhirnya mengetahui rencana busuk itu.
Sultan Nuruddin Mahmud bin Zanki, bapa saudara kepada Sultan Salahuddin Al-Ayubi yang membuka kota Baitulmaqdis , adalah seorang hamba sekaligus penguasa Islam pada waktu itu yang mendapat petunjuk melalui mimpi akan ancaman terhadap makam Rasulullah. Sultan tersebut telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw sambil menunjuk dua orang lelaki berambut perang dan berjambang:
“ Wahai Mahmud, selamatkan jasadku daripada maksud jahat kedua orang ini. ”
Sultan Mahmud terbangun dalam keadaan gelisah lalu baginda melaksanakan solat malam dan kembali tidur. Namun, Sultan Mahmud kembali bermimpi berjumpa Rasulullah saw hingga tiga kali dalam satu malam. Lantas baginda memanggil Perdana Menteri, lalu Perdana Menteri menyuruh Sultan Nuruddin Mahmud bin Zanki supaya bersedia untuk bertolak pada malam itu juga dan merahsiakan perjalanan itu.
Malam itu juga Sultan segera mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan dari Damsyik ke Madinah yang memakan masa 16 hari, dengan mengendarai kuda bersama 20 pengawal serta banyak sekali harta yang diangkut oleh puluhan kuda. Sesampainya di Madinah, Sultan langsung menuju Masjid Nabawi untuk melakukan solat di Raudhah dan berziarah ke makam Nabi saw. Sultan bertafakur dan termenung dalam waktu yang cukup lama di depan makam Nabi saw. Pada ketika itu tiada seorang pun tahu akan kedatangan Sultan ke Madinah.
Dalam masa tersebut , baginda tidak tahu untuk berbuat apa lalu Gabenor Madinah dipanggil menghadap oleh Perdana Menteri . Gabenor Madinah disuruh untuk mengumpulkan seluruh penduduk Madinah bagi memudahkan baginda Sultan mengecam muka kedua-dua lelaki tersebut. Lalu Menteri Jamaluddin menanyakan sesuatu:
“ Apakah baginda Sultan mengenal wajah kedua lelaki itu? “
“ Iya ” , jawab Sultan Mahmud.
Maka tidak lama kemudian Menteri Jamaluddin mengumpulkan seluruh penduduk Madinah dan membahagikan hadiah berupa bahan makanan sambil baginda Sultan mencermati wajah orang yang ada dalam mimpinya. Namun Sultan tidak mendapati orang yang ada di dalam mimpi itu di antara penduduk Madinah yang datang mengambil jatah(1) makanan. Lalu Menteri Jamaluddin menanyakan kepada penduduk yang masih ada di sekitar Masjid Nabawi.
“ Apakah di antara kalian masih ada yang belum mendapat hadiah daripada Sultan? ”
” Tidak ada, seluruh penduduk Madinah telah mendapat hadiah daripada Sultan, kecuali dua orang dari Maghribi tersebut yang belum mengambil jatah sedikitpun. Keduanya orang soleh yang selalu berjamaah di Masjid Nabawi.” Ujar seorang penduduk.
Kemudian Sultan memerintahkan agar kedua orang itu dipanggil. Dan alangkah terkejutnya Sultan, melihat bahwa kedua orang itu adalah orang yang baginda lihat dalam mimpinya. Setelah ditanya, mereka mengaku sebagai jemaah dari Andalusia, Sepanyol. Meskipun Sultan sudah mendesak bertanyakan tentang kegiatan mereka di Madinah, mereka tetap tidak mahu mengaku sehingga Sultan meninggalkan kedua lelaki itu dalam penjagaan yang ketat.
Sultan bersama menteri dan pengawalnya pergi menuju ke penginapan kedua orang tersebut. Sesampainya di rumah itu yang ditemuinya adalah longgokan harta, sejumlah buku dalam rak dan dua buah mushaf al-Qur’an. Lalu Sultan berkeliling ke kamar sebelah. Saat itu Allah memberikan ilham, Sultan Mahmud tiba-tiba berinisiatif membuka tikar yang menghampar di lantai kamar tersebut.
Masya Allah,,,
Subhanallah,,,
Ditemukan sebuah papan yang di dalamnya menganga sebuah lorong panjang dan setelah diikuti ternyata lorong itu menuju ke makam Nabi Muhammad. Seketika itu juga, Sultan segera menghampiri kedua lelaki berambut perang tersebut dan memukulnya dengan keras. Setelah bukti ditemukan, mereka mengaku diutus oleh raja Nasrani di Eropah untuk mencuri jasad Nabi SAW.
Pada pagi harinya, keduanya dijatuhi hukum penggal di dekat pintu timur makam Nabi saw dan mayat mereka berdua dibakar .
Sesungguhnya hukum mati dengan membakar pesalah adalah haram di sisi syara’ ,tetapi disini Sultan Nuruddin Mahmud bin Zanki telah mengambil kaedah siasah syariah ke atas orang yang melakukan mungkar keterlaluan. Sebenarnya tindakan yang serupa yang diambil, telah berlaku pada zaman Saidina Ali k.w.j di mana terdapat golongan Saba’iyah yang mengikut ajaran Abdullah bin Saba’ yang menganggap Saidina Ali sebagai jelmaan Allah s.w.t. Lalu Saidina Ali memerintahkan ketua keselamatannya, Qambar supaya membakar golongan ini, bila dihukum bunuh mereka mengejek hukuman mati, lantas memerintah dengan syairnya yang terkenal:
” Sesungguhnya aku telah melihat satu perkara yang sangat mungkar, lalu aku memerintah Qambar menyalakan api dan membakar mereka yang berani mengatakan Allah swt menjelma dalam diri Saidina Ali. ”
Usaha keempat:
Sejumlah orang-orang Nasrani mencuri dan merampok kafilah jam’ah haji. Kemudian mereka bertekad untuk menggali kubur Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam . Mereka berbicara dan terang-terangan dengan niat mereka, kemudian mereka menyeberangi laut menuju Madinah. Kemudian Allah I menolak serangan mereka dengan kapal yang telah disiapkan dari Mesir al-Iskandariyah yang mengikuti mereka, kemudian menangkap mereka semuanya, kemudian menawan dan membagi-bagi mereka di negeri kaum muslimin.
Usaha kelima:
Usaha yang dilakukan dengan niat untuk menggali kubur Abu Bakar dan Umar d. Itu terjadi di pertengahan abad ke tujuh hijriyah. Sejumlah orang yang mencapai 40 orang laki-laki bertujuan untuk menggali kubur di malam hari, kemudian bumipun terbelah dan menelan mereka.
Hal ini diceritakan oleh pelayan al-Haram an-Nabawy pada saat itu. Dia adalah Shawwab, as-Syamsu al-Malthiy. (AR)*
Foot Note:
[1]Pada tahun 358 H, orang-orang Rafidhah ‘Ubaidiy menguasai Mesir, mereka itu adalah satu kelompok yang mengaku cinta kepada Ahlul Bait. Di antara pemimpin mereka yang paling menonjol adalah al-Hakim Biamrillah yang mengaku sebagai Tuhan, dan dia mendakwahkan pendapat reinkarnasi arwah. Kekuasaan negeri itu berakhir pada tahun 568 H

Jumat, 18 Januari 2013

MENITI PENINGGALAN KANJENG SUNAN GIRI DI GRESIK


Kemasyhuran Kanjeng Sunan Giri sebagai mubaligh di dalam menyiarkan agama Islam terkenal mulai dari rakyat biasa sampai menelusup ke pintu-pintu istana kerajaan Majapahit. Keberhasilan beliau di dalam mendirikan pesantren atau perguruan di Giri Gresik, sampai berdatanglah para murid dari Sulawesi, Kalimantan, Madura, Kangean, Nusa Tenggara, Halmahera, Nusa Tenggara dan pulan-pulau yang lain. Kalangan orang-orang atasan, sampai-sampai beliau mendapat tuduhan sebagai seorang feodal dan berkompromi dengan para petinggi kerajaan Majapahit, adalah karena usaha beliau untuk mendekati pihak kerajaan Majapahit agar strategi untuk mengembangkan agama Islam di Jawa berhasil. Kewibawaan beliau sangat dihormati di kalangan para wali, karena ilmu dan kepribadian yang beliau miliki. Keputusan musyawarah para wali beliau diangkat sebagai MUFTI, dan Pemimpin Agama Islam seluruh Jawa, maka pengaruh beliau sangat besar terhadap jalannya Da’wah saat itu.
Gresik yang pada jaman dahulu dinamakan KOTA TANDES oleh masyarakat setempat, hal ini bisa dibaca pada ukiran sebuah batu berbentuk lingga yang terletak di depan Makam Tumenggung Poesponegoro adalah Bupati Gresik yang pertama kali. Gresik adalah bumi Allah yang diwangsitkan dari hamba Allah yaitu Syeikh Maulana Ishak kepada putranya yakni Joko Samodra hasil perkawinan dengan Dewi Sekardadu putri Prabu Menak Sembuyu adalah penguasa negeri Blambangan pada waktu itu.
Bayi kecil yang konon menurut cerita akan dibunuh oleh sang nenek yang dan lantas urung niatnya akhirnya sang nenek menitahkan agar anak laki-laki (Joko) Dewi Sekardadu itu dimasukkan ke dalam peti dan kemudian dilarungkan ke laut lepas (Samudra). Alangkah sedihnya hati serta lemah lunglilah segala sendi tulang Ibunda Dewi Sekardadu dan suatu malan di Selat Bali perahu dagang dari Gresik oleng, berputar-putar terus di tengah laut, tidak mau maju maupun mundur kejadian ini tampaknya oleh awak perahu sadar tidak sadar di sekitar perahu terlihat sebuah peti terapung-apung, diambilah peti itu dan dibuka mereka terperanjat karena di dalamnya terbaring seorang bayi laki-laki sedang menangis. Awak perahu urung melanjutkan perjalanannya dan kembali ke kota Gresik dan bayi yang ditemukan diserahkan ke juragannya yaitu Nyai Gede Pinatih dan si-jabang bayi diberi nama JOKO SAMUDRA oleh ibu angkatnya.
Dalam perjalanan hidup remaja Joko Samudra belajar mengaji atau belajar agama Islam ke Ampel, Surabaya. Pesantren Ampel di bawah asuhan Sunan Ampel atau Raden Rakhmat yakni saudara sepupu ayahnya sendiri. Setiap hari Joko Samudra pulang balik dari Gresik ke Ampel Surabaya pergi mengaji sampai memahami betul pelajaran agama Islam seperti ilmu Fiqih, ilmu Tauhid, Alqur’an dan sebagainya. Atas pesan dari ayah Joko Samudra Sunan Ampel memberi nama RADEN PAKU.
Dalam usia dewasa Raden Paku bersama sahabatnya yaitu putra dari Sunan Ampel yang bernama Raden Maulana Makhdum Ibrahim yang kemudian termasyhur dengan sebutan SUNAN BONANG bertemu Syeikh Maulana Ishak yakni ayah kandung dari Raden Paku sendiri. Selama tiga tahun pertemuan dengan orang tua Raden Paku banyak mendapatkan pembelajaran berbagai ilmu agama Islam baik dari Syeikh Maulana Ishak atau guru-guru lainnya di Pasai, terutama Ilmu Tauhid dan Tashawwuf, Raden Paku sangat mendalaminya. Atas semua yang dimiliki Raden Paku yakni baik ilmu agama atau kepribadian yang bersinar, oleh salah seorang gurunya memberikan nama “MAULANA ‘AINUL YAQIN”.
Joko Samudra atau Raden Paku atau Maulana Ainul Yaqin dalam proses pendirian pesantren sebelumnya menerima wangsit dari ayahnya sewaktu ia masih belajar di Pasai dahulu setelah diberi bekal segumpal tanah. Segumpal tanah itu adalah sebagai alat untuk mendari tempat bila Raden Paku akan mendirikan pesantren. Maka Raden Paku pergi mengembara mencari daerah atau tempat yang sesuai untuk mendirikan pesantren. Melalui desa yang bernama Margonoto, termasuk daerah Gresik, sampailah Raden Paku ke tempat yang agak tinggi atau sebuah bukit. Di situ Raden Paku merasa sejuk dan damai hatinya. Kemudian ia mencocokkan tanah yang dibawanya dengan tanah di tempat tersebut, ternyata sesuai benar dengan segenggam tanah yang diberikan oleh ayahnya dahulu. Desa itu namanya SIDOMUKTI dan di situlah kemudian Raden Paku mendirikan pesantrennya. Karena tempat itu merupakan tanah yang tinggi atau gunung, maka tempat itu dinamakan GIRI dalam bahasa Sansekerta mempunyai arti Gunung. Di Giri inilah Raden Paku mendirikan pesantren dengan kemasyhurannya beliau terkenal dengan sebutan SUNAN GIRI. Kemudian tempat itu menjadi sebuah keraton atau kerajaan yang dikenal dengan nama GIRI KEDATON. Dahulunya tempat ini jarang ditempati manusia kemudian menjadi sangat ramai sekali, menjadi subur, dan makmur, sehingga Giri menjadi tempat yang disenangi banyak orang.
Peninggalan Kanjeng Sunan Giri diantaranya; menurut keterangan Juru Kunci Mbah H. Abdul Jalil 73 tahun, yang sejak 1961 mulai bertugas menjaga dan melestarikan peninggalan hasil dari peradaban dan kebudayaan manusia jaman dahulu yang sangat tingi nilainya yakni:
  • Masjid Jami’ Ainul Yaqin lokasi di Sidomukti
  • Pulo Pancikan (petilasan pijakan) Kanjeng Sunan Giri lokasi Kecamatan Gresik
  • Petilasan tempat Kanjeng Sunan Giri memberikan brifing kepada aparat pemerintah lokasi Kelurahan Sidomukti
  • Kolam Wudlu keluarga Kanjeng Sunan Giri lokasi Kelurahan Sidomukti
  • Petilasan Kolam Wudlu Masjid Giri Kedaton lokasi Kelurahan Sidomukti
  • Petilasan Paseban (Majelis Sidang) Pemerintahan Kanjeng Sunan Giri lokasi Kelurahan Sidomukti
  • Telogo Pegat lokasi Kelurahan Sidomukti
  • Batu Giwang Petilasan tempat Sholat Kanjeng Sunan Giri
  • Trap Undak-undakan menuju pondok pesantren lokasi Kelurahan Sidomukti
  • Telogo Pati lokasi di desa Klangonan
  • Petilasan Pertapaan Kanjeng Sunan Giri (Gunung Batang) lokasi Kelurahan Gulomantung
  • Telogo Sumber lokasi di desa Kembangan
  • Makam Kanjeng Sunan Giri beserta sanak keluarga dan pengikutnya.
Hal di atas adalah merupakan aset pemerintah daerah Gresik yang dikembangkan sebagai area wisata yang mempunyai nilai-nilai relegius dan dapat dijadikan tempat melepas kepenatan dari kesibukan sehari-hari sembari mempertebal keimanan. Problematikahnya saat ini di sekitarnya nisan-nisan peninggalan keluarga Kanjeng Sunan Giri telah berdiri warung-warung dan kedai menurut tutur mereka ini merupakan ikhtiar setelah dihimpit krisis ekonomi, bagaimana pembenarannya mari kita renungkan bersama. (Se)

Prabu Satmata Dan Giri Kedaton

Prabu Satmata Dan Giri Kedaton
Semakin hari pengaruh Sunan Giri semakin besar. Kekuatan spiritualnya juga semakin luas. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pesantren Giri kemudian berubah menjadi kerajaan Giri yang sering disebut Giri Kedaton. Dan Sunan Giri sebagai raja pertama bergelar Prabu Satmata.
Ketika Sunan Ampel wafat pada tahun 1478, maka Sunan Girilah yang diangkat sebagai sesepuh Wali Songo atau Mufti ( pemimpin agama se Tanah Jawa ). Sunan Ampel adalah Penasehat bagian politik Demak. Jasa beliau sungguh besar bagi perjuangan Wali Songo, yaitu menyebarkan agama Islam tanpa kekerasan. Beliaulah yang paling tidak setuju atas beberapa usul agar Raden Patah segera menyerang Majapahit agar Demak dapat berdiri sebagai kerajaan Islam merdeka tanpa harus tunduk kepada Majapahit. Sunan Ampel dan Sunan Giri yang masih terhitung keluarga kerajaan Majapahit memang dianggap Prabu Brawijaya sebagai pembesar atau para Pangeran Majapahit yang berkuasa didaerah masing-masing. Sunan Ampel berkuasa di Surabaya dan Sunan Giri berkuasa di Giri Gresik. Dengan demikian Sunan Ampel adalah orang yang paling tahu situasi kerajaan Majapahit. Ketika beberapa wali mengusulkan untuk menyerbu Majapait, Sunan Ampel menyatakan ketidak setujuannya.
“Tanpa diserbupun Kerajaan Majapahit sudah keropos dari dalam. Lagi pula Prabu Brawijaya Kertabumi itu masih ayah kandung Raden Patah selaku Pangeran Demak Bintoro,” Kata Sunan Ampel. “Apa kata orang nanti bila seorang anak durhaka menyerang dan merebut tahta ayahnya sendiri ? Saya kira Kerajaan Majapahit akan sirna dengan sendirinya, beberapa adipati yang masih beragama Hindu sudah banyak yang ingin merebut kekuasaan. Kita tak usah ikut-ikutan merebut tahta Majapahit yang hanya mencemarkan keagungan agama yang kita anut.”
Ramalan Sunan Ampel memang benar. Tidak lama setelah beliau meninggal dunia. Adipati Keling atau Kediri bernama Girindrawardhana menyerbu kerajaan Majapahit. Ada yang menyebutkan bahwa Prabu Kertabumi atau Ayah Raden Patah itu tewas dalam serangan mendadak yang dilakukan Prabu Girindrawardhana dari Kediri. Setelah Sunan Ampel wafat, penasehat bagian politik Demak digantikan oleh Sunan Kalijaga. Sedang Sunan Giri dianggap sesepuh yang sering dimintai pertimbangan di bidang politik kenegaraan.
Para Wali mengadakan sidang sesudah jatuhnya Majapahit oleh serangan menyerang Prabu Girindrawardhana yang berkuasa di Majapahit. Sebab Raden Patah adalah pewaris utama kerajaan Majapahit. Dengan demikian ketika Demak menyerbu Majapahit bukanlah menyerang Prabu Kertabumi yang menjadi ayah Raden Patah, melainkan justru merebut tahta Majapahit dari tangan musuh Prabu Kertabumi. Pada waktu Prabu Girindrawardhana ini berkuasa di Majapahit pernah berusaha menggempur Giri Kedaton, karena Sunan Giri dianggap salah satu kerabat Prabu Kertabumi. Tetapi serangan itu dapat dipatahkan oleh Sunan Giri.
Kebesaran nama Sunan Giri yang bergelar Prabu Satmata itu juga terdengar oleh seorang Begawan dari Lereng Lawu. Namanya Begawan Mintasemeru. Brahmana ini sengaja datang ke Giri Kedaton untuk menentang Sunan Giri adu kesaktian. Diantara adu kesaktian beragam jenisnya itu, yang paling terkenal adalah adu tebakan. Begawan Mintasemeru menciptakan sepasang angsa jantan dan betina, kemudian dikubur hidup-hidup diatas gunung Patukangan. Sesudah itu dia kembali menemui Sunan Giri.
“Apakah yang baru saya tanam di puncak gunung Patukangan itu, demikian tanya Begawan Mintasemeru menguji Sunan Giri.
“Yang Tuan tanam adalah sepasang naga jantan dan betina!” jawab Sunan Giri dengan tenangnya.
Begawan itu tertawa terbahak-bahak sembari memperolok-olok kebodohan Sunan Giri.
“Jika Tuan Begawan tidak percaya boleh anda lihat lagi, hewan apakah yang Tuan tanam di puncak gunung itu,” kata Sunan Giri.
Sang Begawan menurut. Dia bongkar kuburan sepasang angsa ciptaannya. Ternyata angsa itu lenyap sebagai gantinya adalah sepasang naga yang meliuk-liuk hendak menerkamnya. Tentu saja sang Begawan merasa teramat malu. Selanjutnya dikatakan bahwa Begawan Mintasemeru masih mendemonstrasikan beberapa kesaktiannya yang menakjubkan, tapi semuanya dapat dikalahkan oleh Sunan Giri. Pada akhirnya Begawan Mintasemeru menyerah kalah, tunduk dan masuk Islam, kemudian menyebarkan agama Islam di Gunung Lawu. Legenda tentang adu tebak kewaskitaan itu diabadikan dalam monumen patung sepasang naga di tangga masuk ke makam Sunan Giri yaitu tangga yang sebelah selatan. Disana ada sepasang naga dari ukiran batu yang mirip dengan angsa

SUNAN GIRI, DINASTI PEMUKA AGAMA DARI GIRI : WALISANGA, ZIARAH PUSTAKA 6


                    
Sejarah Giri sebetulnya tidak bisa dilepaskan dari Gresik; dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram (1974) karya De Graaf dan Pigeaud keduanya disebutkan sebagai kesatuan Gresik-Giri, yang menjadi pusat keagamaan penting pada abad ke-16. Meski begitu bagi pembaca Intisari, sebisa mungkin perbincangannya dipisahkan, karena konteks Gresik dalam penyebaran Islam akan dilaporkan dalam ziarah pustaka tersendiri.
Penulis & Fotografer:Seno Gumira Ajidarma

Kisah Sunan Giri dalam legenda terulang kembali bersama riwayat Sunan Ngampel Denta dan Sunan Bonang. Bahwa bersama Sunan Bonang yang adalah putra Sunan Ngampel Denta, mereka menjadi murid Sunan Ngampel Denta tersebut sebelum mengembara sampai tanah Melaka dan berguru kepada Syekh Wali Lanang, yang ternyata adalah ayah Sunan Giri, jika mengacu Babad Tanah Djawi. Dalam Babad Gresik ayahnya adalah Ishak Maksum, dalam Babad Demak adalah Maulana Ishak. Ketidakpastian macam ini agaknya yang membuat Sumanto Al Qurtuby dalam Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah atas Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV & XVI (2003) menyebutkan bahwa “historisitas tokoh ini juga masih kabur”. Meskipun begitu, legenda tentang Sunan Giri yang bernama muda Raden Paku, bahwa ketika bayi dimasukkan peti dan dilempar ke laut, sampai diselamatkan nakhoda kapal dagang milik Nyai Gede Pinatih, berhasil dimanfaatkan De Graaf dan Pigeaud dengan sangat baik.
Bayi itu dilahirkan Dewi Sekardadu, putri raja “kafir” Menak Sembuyu yang pernah disembuhkan Syekh Wali Lanang, yang kemudian jadi suaminya, dari suatu penyakit, meski raja Blambangan itu sendiri tak berhasil dibawanya masuk Islam. Itulah sebabnya ia tinggalkan Blambangan, yang lantas kejangkitan wabah penyakit, dan rakyat menuduh kandungan Dewi Sekardadu sebagai penyebabnya. Bayi itu lantas dilarung. Nyai Gede Pinatih yang memelihara bayi itu disebut sebagai janda Patih Samboja, patih Blambangan, dan tentunya janda pedagang ini Islam, karena menyekolahkan anak angkatnya ini kepada orang suci dari Ngampel Denta. Dalam versi yang dikutip Ridin Sofwan, Wasit, dan Mundiri dalam Islamisasi di Jawa: Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, Menurut Penuturan Babad (2000), Patih Samboja adalah Ki Samboja saja, abdi dalem istana Blambangan yang diusir raja, pindah ke Majapahit, dan diberi kedudukan di Gresik. Sepulang dari Melaka, Raden Paku membuka perguruan di Giri yang berarti gunung, tetapi bukan hanya Sunan Giri namanya, melainkan juga Prabu Satmata.
Kuasa Rohani, kuasa duniawi
Bagi Graaf dan Pigeaud, dongeng semacam itu mendukung berbagai penemuan lain, bahwa penyebaran Islam terhubungkan dengan pelayaran serta perdagangan di laut, khususnya dengan pedagang-pedagang mancanegara. Menurut mereka, “Apabila Samboja boleh disamakan dengan Kaboja, Cambodia, maka suami Nyai Gede Pinatih mungkin juga seorang asing dari seberang laut, seperti juga ayah kandung Raden Paku.” Dalam cerita tutur Jawa disebutkan bahwa Nyai Gede Pinatih sebagai pengasuh Prabu Satmata meninggal tahun 1477; pembuatan kedaton atau istana berlangsung 1485, disusul pembuatan “kolam” tiga tahun kemudian; dan pada 1506 berpulanglah Prabu Satmata.
Adapun “kolam” diduga adalah “taman” yang memang termasuk di dalamnya adalah danau tiruan, dengan pulau kecil di tengahnya inilah taman air (taman sari) yang merupakan bagian dari kompleks istana raja Jawa. Artinya, bangunan tersebut adalah legitimasi kekuasaan duniawi, dan jika Prabu Satmata adalah juga Sunan Giri, berarti kekuasaan rohani tersatukan dengan kekuasaan duniawi. Dalam komentar Graaf dan Pigeaud, “Memiliki taman semacam ini tentu menambah wibawa dan kekuasaan pemimpin agama pertama di Giri.”
Lebih jauh kedua sejarawan membahas, “Tindakan Prabu Satmata dari Giri itu (seperti juga yang dilakukan para wali Islam di Jawa pada zaman yang sama) dapat dianggap sebagai usaha memantapkan dan menguatkan pusat keagamaan dan kemasyarakatan ini bagi kepentingan para pedagang Islam yang sering kurang semangat agamanya.” Para pedagang ini keturunan asing, berasal dari golongan menengah, dan diduga sudah tinggal di Jawa sejak abad ke 14, baik di kota besar maupun kecil. “Dibangunnya kedaton dan dipakainya nama gelar raja (Prabu Satmata) boleh dianggap sebagai gejala telah meningkatnya kesadaran harga diri pada wali dan pemimpin kelompok keagamaan Islam yang lebih muda; lebih dari kelompok-kelompok yang lebih tua, merasa dirinya anggota masyarakat Islam internasional,” tulis Graaf dan Pigeaud, lagi.
Perhatikan bahwa konsentrasi para sejarawan ini bukanlah personifikasi Sunan Giri itu sendiri, melainkan bagaimana personifikasi Sunan Giri dalam legenda menunjukkan fenomena agama dalam sejarah Jawa. Tentang kediaman di puncak bukit misalnya disebutkan, “… dialah orang pertama di antara ulama yang membangun tempat berkhalwat dan tempat berkubur di atas bukit.” Dibahas, “Tempat keramat di atas gunung tentu sudah dianggap penting dalam kehidupan keagamaan sebelum zaman Islam di Jawa Timur/Dapat diduga bahwa kelompok-kelompok ‘kafir’ yang memiliki satu atau beberapa ‘bukit keramat’ sebagai pusat keagamaannya telah memberikan perlawanan bersenjata waktu orang-orang alim Islam datang untuk menjadikan gunung keramat mereka menjadi daerah Islam. Apakah Giri dekat Gresik sebagai pusat kehidupan Islam dan sebagai tempat penghayatan agama bagi orang-orang Islam beriman telah didirikan sekadar mencontoh ‘gunung keramat’ di Jawa Timur? Ataukah didirikan di bekas ‘gunung keramat’?”
Personifikasi Nyai Gede Pinatih juga memungkinkan spekulasi bahwa pembangunan kedaton Giri mendapat dukungan dana komunitas dagang tersebut. Dalam bahasa Al Qurtuby yang khusus meneliti tentang peranan Tionghoa sebagai penyebar Islam, “Bahkan di Giri, back up dana Giri Kedaton adalah seorang Cina Muslimah dan saudagar kaya bernama Nyai Gede Pinatih yang sekaligus ibu angkat Sunan Giri.”
Graaf dan Pigeaud menegaskan, pemimpin agama di Giri,”… sebenarnya berasal dari kalangan pelaut dan pedagang asing, yang tinggal di kota pelabuhan Gresik. Cerita Jawa tentang awal mula keturunan Giri tidak memberitakan apa-apa tentang pemilikan tanah atau wilayah pertanian.” Ini juga mengukuhkan posisi Gresik dan Surabaya sebagai kota pelabuhan, tempat para pembawa agama Islam yang berdagang mendarat, dan baru dari sini menyebarkannya ke barat.
Sunan Giri yang mana?
Sunan Dalem tercatat sebagai penguasa kedua pada 1506. Dalam legenda, Prabu Satmata dan Sunan Dalem suka dicampuradukkan. Diduga, pada masa Sunan Dalem baru dimulai sikap permusuhan antara Majapahit dan Giri, menandakan mulai ditanggapinya pengislaman di kota-kota pelabuhan sebagai bahaya bagi kekuasaan Majapahit. Disebutkan dalam legenda bahwa Majapahit menuduh para pemimpin agama di Giri berusaha merebut kekuasaan duniawi di kota pelabuhan tua Gresik; dan betapa Sunan Dalem “memperlihatkan ketidaksenangannya untuk memberi penghormatan kepada maharaja ‘kafir’ di Majapahit sebagai penguasa tertinggi, meskipun Tuban, yang sama tuanya dengan Giri-Gresik, dan waktu itu sudah Islam, melakukannya.” Menurut Graaf dan Pigeaud, “Keyakinan beragama yang teguh pada keturunan Giri ini mungkin disebabkan ia keturunan seorang cendekiawan agama.”
Cerita tentang Sunan Giri yang ikut dalam pendudukan kota tua Majapahit, yang dalam sejarah diduduki orang-orang Islam tahun 1527, beredar dari abad ke-17 atau ke-18, itu pun di Jawa Tengah. Jika “fiksi” ini mau “dicocokkan” dengan fakta, sebetulnya tidak terhubungkan dengan Sunan Giri yang Raden Paku murid Sunan Ngampel Denta, melainkan Sunan Dalem ini. Yang lebih bisa dipercaya justru cerita tutur atas konflik dengan Sengguruh (sekarang Malang), yang disebutkan pernah menduduki Giri pada 1535, sehingga Sunan Dalem menyingkir ke Gumena, sementara orang-orang “kafir” dari selatan tadi merusak antara lain kuburan Prabu Satmata.
Konon kawanan lebah kemudian keluar dari makam itu dan berhasil mengusir mereka kembali ke Sengguruh. Faktanya, pada 1535 pasukan Demak menduduki Pasuruan, padahal Sengguruh termasuk wilayah Pasuruan, membuat mereka harus melepaskan Giri dan kembali agar tak terputus hubungan dengan markas besarnya di pedalaman.
Jatuhnya Majapahit diduga membuat para ulama Giri merasa merdeka dan bebas, juga dari raja Islam yang baru di Demak. Dalam pendudukan Tuban tahun 1527 dan Surabaya tahun 1531 oleh Sultan Tranggana dari Demak, tidak terdapat berita didudukinya juga Giri-Gresik. Mengingat hubungan erat Gumena-Gresik, yang dalam catatan Tome Pires dalam Suma Oriental dikatakan selalu saling bertengkar, Graaf dan Pigeaud menyebutkan bahwa “Sunan Dalem di Giri itu pada 1535 telah mengambil keuntungan politik dari rasa takut yang ditimbulkan oleh kedatangan laskar ‘kafir’ dari Sengguruh untuk memperkuat kekuasaannya sendiri di kota pelabuhan itu.” Berdirinya mesjid di Gumena pada 1539, dalam cerita tutur, adalah pengukuhan kekuasaan para ulama Giri di Gresik.
Yang terkemuka: Sunan Giri Prapen
Pemimpin agama yang paling terkemuka dari Giri adalah penguasa keempat-penguasa ketiganya, putra Sunan Dalem yang diceritakan wafat tahun 1546 hanya memimpin dua tahun, lantas diberi gelar Sunan Seda-ing-Margi. Sejarawan G.P.Rouffaer dalam Encyclopaedie (1930) menduga Sunan Giri ketiga ini gugur tahun 1548 ketika ikut Sultan Tranggana dari Demak menyerbu kerajaan “kafir” di Panarukan -meski kerajaan ini sejak lama mempunyai hubungan dengan pedagang-pedagang Gresik. Nyaris tak ada fakta maupun fiksi tentang Sunan Giri ketiga ini.
Sunan Giri keempat yang menggantikannya adalah Sunan Prapen, kakaknya, yang mendapat nama itu dari tempat ia dimakamkan. Berbeda dengan adiknya, masa kekuasaannya panjang sekali, antara 1548 sampai sekitar 1605. Pelaut Belanda Olivier van Noort pada 1601 mampir di Gresik dan mendengar (bukan melihat tentu) bahwa raja tua itu berusia 120 tahun, dan seperti dikutip Graaf dan Pigeaud dari De Reis om de Wereld 1598-1601 (1926),” …istri-istrinya yang banyak itu mempertahankan hidupnya dengan menyusuinya seperti seorang bayi.” Lanjutnya usia sang raja juga tercatat dalam Berita Cina, yang mengabarkan usianya sebagai lebih dari seratus tahun. Ia meninggal tahun 1605.
Tahun 1549, setahun setelah berkuasa, ia membangun lagi kedaton, karena bangunan yang didirikan kakeknya dianggap tidak setara lagi dengan kejayaan mereka. Jatuhnya Demak sepeninggal Sultan Tranggana pada 1546 jelas mempunyai pengaruh. Perlu didirikan bangunan besar sebagai tanda kemerdekaan. Berdirinya Mesjid Kudus pada 1549 boleh diambil sebagai bandingan atas penanda sikap merdeka dari kekuasaan Demak ini. Namun meski Sunan Giri Prapen, demikian ia populer di kalangan peziarah, tercatat paling berjasa memperluas pengaruh kekuasaan duniawi dan rohani Giri, ia tidak mengganggu urusan politik penguasa-penguasa pedalaman Jawa Tengah. Bahkan di Jawa Timur pun tidak. Ia berekspansi dalam hubungan dagang melalui laut ke arah timur.
Para pelaut Gresik membawa nama Giri ke pantai-pantai kepulauan Nusantara bagian timur pada abad ke-16 dan ke-17, suatu tanda terdominasinya Gresik oleh para pemimpin agama Giri pada masa Sunan Prapen. Namanya disebut dengan jelas dalam kisah-kisah di Lombok, bagaimana ia setelah singgah di Pulau Sulat dan Sungian, mengislamkan raja “kafir” di Teluk Lombok, memasuki Tanah Sasak di barat daya, lantas melanjutkan pelayaran ke Sumbawa dan Bima. Namun kisah yang berasal dari Babad Lombok ini juga menunjukkan gagalnya usaha penyebaran ekonomi dan budaya Jawa mereka di Bali Selatan, karena perlawanan Dewa Agung sang raja Gelgel, seperti dikutip oleh Roo de la Faille dalam Lombok: Studie over Lomboksch adatrecht (1928).
Bukan hanya di timur, dalam Babad Lombok juga disebut tentang murid yang belajar di Giri menjadi pemimpin agama di Makassar, meski asalnya sendiri dari Minangkabau. Nama murid itu, Dato ri Bandang, ternyata juga tersebut-sebut di Kutai, Kalimantan Timur, dalam De Kroniek van Koetai (C.A.Mees, 1935); sementara dalam penelitian S.G.Veld tahun 1882, di Pasir, Kalimantan Selatan, tersebutlah perkawinan “pangeran-pangeran dari Giri dengan putri-putri setempat”; bahkan Raja Matan dari Sukadana yang memerintah tahun 1590, seperti dicatat G.Muller tahun 1843, memakai nama Giri Kusuma, yang diduga keras sebagai bukti pengaruh Giri. Di Maluku, dalam Hikajat Hitu karya Rijali, tercatat tentang perjanjian tahun 1565 dengan “Raja Giri” yang juga disebut “Raja Bukit”, mengenai penempatan pasukan Jawa selama tiga tahun, untuk melindungi mereka dari kemungkinan adanya serangan Portugis. Raja Ternate yang memerintah antara 1486 sampai 1500 disebut pernah menjadi pejabat di Giri, dan dengan pedangnya menetak kepala seorang Jawa, yang mengamuk dan mau menyerang Sunan Giri, sampai belah dan menembus ke batu karang-dikisahkan betapa bertahun kemudian masih kelihatan bekas pedangnya di batu itu.
Antara politik dan agama
Penting untuk diketahui bahwa kekuasaan rohani Sunan Giri Prapen diakui oleh raja-raja Jawa Timur maupun Jawa Tengah. Terdapat cerita yang dapat dipercaya, betapa pada 1581 upacara pelantikan Sultan Pajang yang juga sudah tua berlangsung di Giri Kedaton. Seperti dibahas secara rinci dalam karya De Graaf yang lain, Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati (1954), upacara yang dihadiri oleh sebagian besar penguasa Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura ini bermakna penting bagi keberadaan Sunan Giri Prapen sebagai negarawan-bahwa dalam kepemimpinan rohaninya, berlangsung ketertiban pemerintahan duniawi. Suatu kondisi yang terganggu semenjak Senapati mulai memerintah Mataram pada 1584.
Sebegitu jauh, Sunan Giri menjadi pendamai antara Surabaya yang menjadi pusat perlawanan raja-raja Jawa Timur, dan Mataram yang berekspansi ke mana-mana. Sesudah tahun 1589, Giri Kedaton menjadi tempat berlindung raja-raja Jawa Tengah dan Jawa Timur yang tanahnya diduduki Mataram. Sikap ini hanya bisa dilakukan justru karena tidak bermusuhan, bahkan memihak Mataram itu – toh tidak bisa dipercaya kisah ramalan Sunan Giri tentang akan berkuasanya Mataram di seluruh Jawa. Cerita itu beredar abad ke 17 dan ke-18, lebih sebagai fiksi atau “politik dongeng” para abdi dalem Mataram, karena Sunan Giri adalah sahabat para kerabat Sultan Pajang.
Tercatat tentang niatnya untuk membuat cungkup di atas makam Prabu Satmata, yang mendirikan dinasti pemimpin-pemimpin rohani di Giri. Pada tahun 1590 itu rupanya terbetik kesadaran, betapa kekuasaannya di Jawa Timur berada di atas landasan rohani teguh seorang ulama yang adalah kakeknya tersebut. Selama dua abad, para sunan di Giri mampu mempertahankan kemerdekaan terhadap serangan raja-raja pedalaman Majapahit dan Mataram.
Menurut Graaf dan Pigeaud, “Keraton di Giri sungguh besar sumbangannya untuk kemajuan peradaban Islam di Pesisir, yang masih tetap melanjutkan tradisi kebudayaan ‘kafir’ pra-Islam.” Mereka juga mencatat bahwa, “Perdagangan antarpulau, kekayaan, dan pengaruh politik rupanya lebih diperhatikan oleh para sunan di Giri daripada hidup saleh secara Islam dan mempelajari ilmu agama.”
Ketika Sultan Agung berkuasa, Panembahan Kawis Guwa dari Giri dibawa ke Mataram sebagai tawanan pada 1636. Agaknya di sanalah akhir wibawa politik Giri Kedaton, sebagai kekuasaan duniawi maupun kekuasaan rohani. Kebalikan dari Giri, tak puas dengan ekspansi kekuasaan duniawi, raja-raja Mataram juga mau jadi penguasa rohani seperti ditunjukkan oleh denah keraton mereka, bahwa Mesjid Agung dan kauman (pemukiman ulama dan pengikutnya) terintegrasi dalam sistem pemerintahan kerajaan. Perhatikan pula istilah Panembahan yang tertambahkan di depan nama Senapati.
Denys Lombard menuliskan dalam Nusa Jawa: Silang Budaya 2, Jaringan Asia (1990), “Akhirnya Sultan Agung menguasai Giri, tempat keramat lama, dan pengikut – pengikut Sunan diusirnya./ Menarik untuk dicatat bahwa di antara pembela-pembela Giri terdapat pasukan-pasukan Cina. Keturunan Sunan Giri yang penghabisan, dua anak laki-laki dan seorang anak perempuan, yang diusir dari tempat leluhur mereka dahulu memegang pemerintahan, konon lama mengembara dengan menyamar menjelajahi seluruh Pulau Jawa; kisah pengembaraan mereka itulah yang menjadi plot Serat Cabolang dan Serat Centini, puisi panjang yang dianggap mengungkapkan inti kearifan dan filsafat Jawa….”
Itulah akhir riwayat dinasti pemuka agama di Giri yang pengaruhnya pernah begitu besar. Tinggal para pengemis kini, menengadahkan tangan kepada para peziarah yang mendaki.

SITUS GIRI KEDATON GRESIK KOTA WALI



Situs Giri Kedaton berada di puncak sebuah bukit pada ketinggian 200 mdpl yang berada di Dusun Kedaton, Desa Sidomukti, Kecamatan Kebomas, Gresik. Tidak ada papan petunjuk menuju ke Situs Giri Kedaton ini, baik pada belokan dari Jalan Sunan Gresik (GPS -7.17129, 112.63456), maupun di tepi jalan di dasar undakan pada (GPS -7.17307, 112.63407).
Pada saat saya berkunjung beberapa bulan lalu, di seberang dasar undakan (GPS -7.17336, 112.63409) terdapat sebuah ruang terbuka milik penduduk yang bisa digunakan untuk parkir 2 buah kendaraan roda empat. Jalan di sini memang sempit, sehingga jika kendaraan parkir di pinggir jalan maka separuh badan jalan akan habis tersita.
Situs Giri Kedaton
Undakan menuju ke Situs Giri Kedaton dilihat dari atas bukit. Undakan yang cukup tinggi ini kondisinya masih cukup baik untuk dilalui. Di sebelah kiri kanan undakan adalah rumah-rumah penduduk yang padat, menyisakan ruang kosong sedikit di bagian puncak bukit.
Situs Giri Kedaton
Situs Giri Kedaton dengan reruntuhan bangunan Giri Kedaton di bagian tengah, sebuah papan yang ditempel foto Situs Giri Kedaton di satu sisi dan dibaliknya ditempel kertas yang berisi kisah Giri Kedaton, serta sebuah bangunan baru di puncak bukit.
Adalah Babad Gresik yang menyebutkan bahwa pada 1408 Saka (1486M) Raden Paku mendirikan bangunan bertingkat tujuh di atas sebuah bukit yang kemudian dikenal sebagai Giri Kedaton.
Sejak saat itulah Raden Paku bergelar Sunan Giri atau Rajah Bukit. Pada 1409 Saka (1487M) Sunan Giri diangkat menjadi Nata (kepala pemerintahan) dengan gelar Prabhu Satmata, dan sebagai Pandita (pemimpin umat Islam) dengan gelar Tetunggul Khalifatul Mukminin.
Situs Giri Kedaton
Diantara bangunan Giri Kedaton yang tersisa adalah undakan dan trap-trapan pada puncak bukit, yang susunan batu batanya masih terlihat tersusun rapi.
Bangunan baru yang didirikan di tengah Situs Giri Kedaton sepertinya merupakan bangunan yang dibuat setengah hati. Keberadaan bangunan ini menurut hemat saya justru merusak bukan hanya pemandangan di Situs Giri Kedaton, namun juga bobot sejarah situs ini.
Situs Giri Kedaton
Dua lubang berbentuk persegi dengan undakan menurun yang diduga merupakan tempat untuk berwudu. Kedua lubang ini berada di sisi kiri Situs Giri Kedaton.
Para santri Giri Kedaton selain berasal dari Jawa konon juga berasal dari Madura, Banjarmasin, Ternate, Tidore, Bima, Hitu (Filipina), dan daerah lainnya di Nusantara.
Situs Giri Kedaton
Sisi kiri Situs Giri Kedaton dengan susunan bata yang menyerupai benteng.
Sunan Giri wafat pada 1428 Saka (1506 M), dan digantikan oleh Sunan Dalem (1505 – 1545 M), Pangeran Sidomargi (1545 – 1548), Sunan Prapen (1548 – 1605), Panembahan Kawis Guwa (1605 – 1616 M), Panembahan Agung (1616 – 1636 M), dan Panembahan Witana.
Giri Kedaton mengalami puncak kejayaan pada masa Sunan Prapen, dimana Giri memiliki kekuatan dan kewibawaan politik yang besar. Adalah Sunan Prapen yang dikabarkan melantik Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang, dan raja-raja Islam lainnya di Nusantara.
Ia menjadi penengah pada pertemuan Sultan Hadiwijaya dengan para adipati Jawa Timur pada 1568, yang membuat para adipati mengakui kekuasaan Pajang sebagai kelanjutan Kesultanan Demak.
Ketika para adipati Jawa Timur menolak kekuasaan Panembahan Senopati, Raja Mataram yang menghancurkan Pajang, Sunan Prapen kembali menjadi penengah peperangan antara Panembahan Senopati dengan Jayalengkara, adipati Surabaya, pada 1588.
Situs Giri Kedaton
Struktur seperti kaki candi di salah satu teras di Situs Giri Kedaton. Saat ini telah ditemukan lima teras atau undakan di Situs Giri Kedaton, yang semakin ke atas semakin mengecil ukurannya. Struktur ini sama dengan struktur bangunan punden berundak dari masa prasejarah yang juga digunakan pada bangunan candi Hindu dan Buddha di Nusantara.
Hubungan Giri dan Mataram memburuk ketika Giri Kedaton berada di bawah Kawis Guwa, dan Mataram di bawah Sultan Agung yang menginginkan agar Giri tunduk pada kekuasaan Mataram. Giri menolak.
Sultan Agung kemudian mengutus iparnya, Pangeran Pekik, putera Jayalengkara dari Surabaya, untuk menyerbu Giri. Giri dikalahkan. Kawis Guwa yang memimpin Giri di bawah kekuasaan Mataram tidak lagi bergelar Sunan, namun Panembahan.
Situs Giri Kedaton
Beberapa makam tua yang berada di Situs Giri Kedaton, diantaranya adalah Makam Mpu Supo, pembuat Keris Kala Munyeng milik Sunan Giri. Beberapa makam tua lainnya masih belum diketahui identitas pemiliknya.
Runtuhnya Giri Kedaton tidak lepas dari peristiwa terjadinya pemberontakan Trunojoyo, yang dilatarbelakangi ketidaksenangan kerabat dan para ulama atas Sunan Amangkurat I, pengganti Sultan Agung, yang berkomplot dengan VOC dan memerintah dengan bengis dan sewenang-wenang.
Selain mendapat dukungan dari Karaeng Galesong, yaitu pemimpin para pelarian pengikut Sultan Hasanuddin yang dikalahkan VOC dan Arung Palakka, Trunojoyo juga mendapat dukungan Panembahan Maswitana, atau Panembahan Giri, yang tidak menyukai Amangkurat I. Hal ini karena 6000 ulama dibunuh oleh Amangkurat I atas tuduhan menyebarkan isu ketidakpuasan rakyat terhadap sang raja. Mataram dikalahkan Trunojoyo, Amangkurat I lari dari keraton dan meninggal dalam pelarian.
Situs Giri Kedaton
Cungkup di teras lereng barat dimana terdapat makam Raden Supeno, putera Sunan Giri.
Keinginan Amangkurat II untuk kembali merebut tahta Mataram, digunakan VOC untuk menaklukkan Jawa. Perjanjian Jepara (September 1677) menyebutkan bahwa Amangkurat II harus menyerahkan pesisir Utara Jawa ke VOC jika VOC membantu Amangkurat II memenangkan perang melawan Trunojoyo.
Setelah terkepung, Trunojoyo menyerah di lereng Gunung Kelud pada 27 Desember 1679 kepada Kapitan Jonker, dan dihukum mati pada 2 Januari 1680 oleh Amangkurat II. Pada April 1680 serangan besar-besaran terhadap Giri dilancarkan pasukan Amangkurat II yang didukung VOC. Panembahan Giri pun ditangkap dan dihukum mati dengan dicambuk.
Situs Giri Kedaton
Pemandangan dari puncak Situs Giri Kedaton ke arah teras yang paling bawah dengan latar belakang rumah-rumah penduduk di lereng dan dasar perbukitan.
Banyak hal telah dilakukan untuk melakukan perbaikan dan konservasi Situs Giri Kedaton ini oleh pihak terkait untuk bisa sampai pada keadaannya saat ini. Namun masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk memperbaikinya lagi. Membangun masa lalu kadang memang sama pentingnya dengan membangun hari ini dan masa depan.

Situs Giri Kedaton

Dusun Kedaton, Desa Sidomukti,
Kecamatan Kebomas, Gresik
GPS situs: -7.1727353, 112.6330161
GPS gang: -7.17307, 112.63407
Terkait Situs Giri Kedaton
Tempat Wisata di Gresik, Hotel di Gresik, Peta Wisata Gresik, Kuliner di Gresik

KEDATON GIRI


https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSvZD8w-mYGpc99K7Nby0Df5XGwxZA3YV0i7_D6MuBOePwS-AirHbQKvqUKedaton Giri terletak di sebuah bukit, tepatnya di Kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kebomas, kira-kira 200 meter sebelah Selatan makam Sunan Giri.
Menurut sumber sejarah tradisional, kompleks ini merupakan istana Kerajaan Giri, yang kemudian sering dikenal dengan sebutan Giri Kedaton. Dalam Babad Gresik disebutkan bahwa kedaton ini didirikan oleh Sunan Giri pada tahun 1486 M. Di tempat ini pula Sunan Giri menobatkan diri sebagai raja Giri, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal 894 H (9 Maret 1487 M) disaksikan oleh para wali sezaman dan masyarakat pendukungnya bergelar Prabu Satmoto atau Sultan Ainul Yakin. Peristiwa penobatan itu merupakan cikal bakal pemerintahan Gresik.
Dipilihnya bukit Giri sebagai tempat kedaton berdasarkan petunjuk dari Syeh Maulana Ishak, ayahnya. Pemilihan itu didasarkan atas kesamaan jenis segenggam tanah yang diperoleh dari ayahnya. Di tempat ini pula pernah dibangun masjid dan pondok pesantren yang pertama di Giri. Semua bagunan itu tinggal bekasnya, termasuk kelengkapan kedaton lainnya berupa batu pelinggihan, kolam wudhu, dan dinding pagar kuno. Giri Kedaton sebagai aset budaya Gresik mulai dipugar pada tahu 2002 dan berakhir pada tahun 2005.

kisah teladan kejujuran syekh abdul qadir al jaelani


kisah teladan kejujuran syekh abdul qadir al jaelanikisah teladan kejujuran syekh abdul qadir al jaelani,kisah teladan,cerita teladan,keteladanan

kisah teladan ini menceritakan kejujuran dan ketaatan syekh abdul qadir al jaelani q.s pada ibunya sampai dia tidak mau melanggar amanat ibunya kepada beliau dalam keadaan apapun.dan cerita ini di ambil dari kitab manakibnya tuan syekh abdul qadir al jaelani.q.s

kisah ini berawal ketika syekh abdul qadir al jaelani masih muda ketika itu beliau sedang menggembalakan unta di gurun dan atas kekuasaan alloh unta yang sedang di gembalakannya bicara kepada beliau,"hai abdul qadir engkau di ciptakan alloh bukan untuk menjadi seorang penggembala" dan abdul qadir al jaelani pun merasa heran dengan kejadian itu lalu dia pun memberitahukan kepada ibunya kejadian yang dialaminya itu

singkatnya abdul qadir al jaelani pun meminta ijin kepada ibunya untuk menuntut ilmu agama ke bagdad.mendengar niat anaknya begitu ibunya pun merasa senang dan mengijinkannya untuk menimba ilmu agama kepada ulama-ulama besar di bagdad.dan ibunya pun berpesan pada anaknya,"wahai abdul qadir ibu meminta kepada kamu untuk berlaku jujur dalam tindakan dan ucapan selama kamu menimba ilmu disana,dan ibu memberikan bekal kepada kamu warisan dari ayahmu uang sebanyak 200dinar untuk bekal kamu selama kamu disana.

apabila nanti ada rombongan pengusaha yang akan pergi kesana alangkah baiknya kamu ikut rombongan itu.dan abdul qadir pun pergi dengan ridha ibunya.ditengah perjalan ada sekelompok gerombolan perampok yang menghadang rombongan syekh abdul qadir dan para pengusaha.kelompok gerombolan ini terkenal bengis dan sadis.dan satu persatu harta yang dibawa para rombongan pun di rampas.

dan pada saat salah satu anggota perampok mendekati abdul qadir ,ia pun bertanya kepada abdul qadir,"hai anak muda harta apa yang kamu miliki dan abdul qadir pun menjawab aku punya uang 200dinar,yang di simpan di bawah ketiaknya,dilalah anehnya orang yang bertanya tadi malah tertawa dan tidak percaya bahwa tampang seperti ini memiliki harta 200 dinar dan berkata jujur.

dan beliau pun di suruh pergi,dan bertemu lagi dengan anggota rampok yang lain dan ditanya lagi seperti pertanyaan tadi. dan orang ini pun tidak mempercayainya.dan pada akhirnya kepala rampoknya mendengar bahwa ada anak muda yang mengaku memiliki harta 200dinar tapi tidak ada yang percaya.dan disuruhlah abdul qadir untuk menghadap kepada kepala rampok.dan kepala rampok tadi menanyakan pertanyaan sama dengan anak buahnya.dan abdul qadir pun menjawab dengan jawaban yang sama dan membuktikan bahwa dia memang memiliki uang 200dinar.

ketika melihat kebenaran dan kejujuran dengan anak muda ini (syekh abdul qadir al jaelani q.s.)sedikit kaget dan tercengang lalu dia pun bertanya kepada beliau mengapa engkau mau berkata jujur padahal dalam situasi serba susah begini.dan abdul qadir pun menjawab " saya tidak ingin melanggar janji saya pada ibu saya dan saya tidak ingin membuat ibu saya merasa kecewa" dan kepala rampok tersebut menanyakan kembali memang kamu telah berjanji apa pada ibu kamu padahal ibumu tidak akan mengetahuinya.lalu abdul qadir pun menjawab" ibu saya mewasiatkan kepada saya untuk berlaku jujur dalam bertingkah laku dan berbicara walau dalam keadaan apapun"

mendengar penjelasan abdul qadir si kepala rampok pun merasa terharu dan menangis di hadapan beliau karena merasa malu pada sikap abdul qadir (yang pada waktu itu masih muda) yang  tidak berani melanggar janji pada ibunya ,sedangkan dia dan anak buahnya sudah sering dan banyak melanggar aturan alloh, dan bagaimana alloh sangat membencinya .

karena ketauladan beliau dan kejujurannya maka kepala rampok pun bertaubat di hadapan syekh abdul qadir dan berjanji tidak akan melakukan perbuatan yang di larang alloh dan merugikan banyak orang.dan hasil rampokannya pun dikembalikan kepada pemiliknya.

sumber http://petualang-web.blogspot.com/2012/03/kisah-teladan-kejujuran-syekh-abdul.html#ixzz2IO4sdIva
Follow us: petualangweb on Facebook

Syekh Abdul Qadir Jaelani

Syekh Abdul Qadir Jaelani



Tempat ziarah Abdul Qadir Jailani (Baghdad, Irak).
Lahir Abdul Qadir
c. 18 Maret 1077
Amol, Iran
Meninggal 15 Januari 1166 (umur 88)
Baghdad, Irak
Sebab meninggal tertular beberapa penyakit.
Tempat peristirahatan Makam Abdul Qadir, Baghdad, Irak.
Nama panggilan Syekh, Ghaus-e-Azam
Agama Islam
Anak Shaikh Abdul-Wahab, Sheikh Abdul-Razzaq, Shaikh Abdul-Aziz, Shaikh Isa, Shaikh Musa, Sheikh Yahya, Sheikh Abdullah, Sheikh Muhammed dan 41 lainnya. Sheikh Ibrahim.
Orang tua Ayah: Abu Salih
Ibu: Umm Khair Fatima
Syekh Abdul Qadir Jaelani atau Abd al-Qadir al-Gilani[1][2] (bahasa Kurdi: Evdilqadirê Geylanî, bahasa Persia: عبد القادر گیلانی,bahasa Urdu: عبد القادر آملی گیلانی Abdolqāder Gilāni) (juga dilafalkan Abdulqadir Gaylani, Abdelkader, Abdul Qadir, Abdul Khadir - Jilani, Jeelani, Gailani, Gillani, Gilani, Al Gilani, Keilany) (470–561 H) (1077–1166 M) adalah orang Kurdi[3] atau orang Persia[4] ulama sufi yang sangat dihormati oleh ulama Sunni. Syekh Abdul Qadir dianggap wali dan diadakan di penghormatan besar oleh kaum Muslim dari anak benua India.[5] Di antara pengikut di Pakistan dan India, ia juga dikenal sebagai Ghaus-e-Azam. Ia lahir pada hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H, 1077 M[6] selatan Laut Kaspia yang sekarang menjadi Provinsi Mazandaran di Iran.

Kelahiran, Silsilah dan Nasab

Ada dua riwayat sehubungan dengan tanggal kelahiran al-Ghauts al_A'zham Syekh Abdul Qodir al-Jilani Amoli. Riwayat pertama yaitu bahwa ia lahir pada 1 Ramadhan 470 H. Riwayat kedua menyatakan Ia lahir pada 2 Ramadhan 470 H. Tampaknya riwayat kedua lebih dipercaya oleh ulama[7]. Silsilah Syekh Abdul Qodir bersumber dari Khalifah Sayyid Ali al-Murtadha r.a ,melalui ayahnya sepanjang 14 generasi dan melaui ibunya sepanjang 12 generasi. Syekh Sayyid Abdurrahman Jami rah.a memberikan komentar mengenai asal usul al-Ghauts al-A'zham r.a sebagi berikut : "Ia adalah seorang Sultan yang agung, yang dikenal sebagial-Ghauts al-A'zham. Ia mendapat gelar sayyid dari silsilah kedua orang tuanya, Hasani dari sang ayah dan Husaini dari sang ibu"[7]. Silsilah Keluarganya adalah Sebagai berikut : Dari Ayahnya(Hasani)[7]:
Syeh Abdul Qodir bin Abu Shalih bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdul Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
Dari ibunya(Husaini)[7] : Syeh Abdul Qodir bin Ummul Khair Fathimah binti Abdullah Sum'i bin Abu Jamal bin Muhammad bin Mahmud bin Abul 'Atha Abdullah bin Kamaluddin Isa bin Abu Ala'uddin bin Ali Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal 'Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam

Masa Muda

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra' dan juga Abu Sa'ad al Muharrimi. Beliau menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa'ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasihat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasihat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi....

Murid

Murid-muridnya banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqih terkenal al Mughni.

Perkataan Ulama tentang Beliau

Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A'lamin Nubala XX/442).
Syeikh Ibnu Qudamah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam salat fardhu."

Tentang Karamahnya

Syeikh Abdul Qadir al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang bernama al Muqri' Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri' lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).
"Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah."
Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja'far al Adfwi (nama lengkapnya Ja'far bin Tsa'lab bin Ja'far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi'i. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.).

Karya

Imam Ibnu Rajab juga berkata, "Syeikh Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah."
Karya karyanya [7] :
  1. Tafsir Al Jilani
  2. al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
  3. Futuhul Ghaib.
  4. Al-Fath ar-Rabbani
  5. Jala' al-Khawathir
  6. Sirr al-Asrar
  7. Asror Al Asror
  8. Malfuzhat
  9. Khamsata "Asyara Maktuban
  10. Ar Rasael
  11. Ad Diwaan
  12. Sholawat wal Aurod
  13. Yawaqitul Hikam
  14. Jalaa al khotir
  15. Amrul muhkam
  16. Usul as Sabaa
  17. Mukhtasar ulumuddin
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasihat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.

Ajaran-ajaranya

Sam'ani berkata, " Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau." Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,"Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat."
Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, "Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau."( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, " Tidak ada seorangpun para kibar masyayikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi".
Syeikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, " Aku telah mendapatkan aqidahnya ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf." (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.)

Awal Kemasyhuran

Al-Jaba'i berkata bahwa Syeikh Abdul Qadir pernah berkata kepadanya, "Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu 'anhum]].
Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syeikh Abdul Qadir berkata, "Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, "kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut, "Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.
Aku pun membuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.

Hubungan Guru dan Murid

Syeikh Abdul Qadir berkata, "Seorang Syeikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
  1. Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
  2. Dua karakter dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam yaitu penyayang dan lembut.
  3. Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
  4. Dua karakter dari Umar yaitu amar ma'ruf nahi munkar.
  5. Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
  6. Dua karakter dari Ali yaitu alim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepadanya dikatakan:
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syeikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat zhahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Syeikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syeikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syeikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
Syeikh Abdul Qadir berkata, "Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut".
Karena itulah Syeikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Syeikh Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.
Syeikh Abdul Qadir juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.
Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M